Rabu, 13 Januari 2010

Suku Karo

Suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Suku Karo mempunyai sebutan sendiri untuk orang Batak yaitu Kalak Teba umumnya untuk Batak Tapanuli. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.
Dataran tinggi Karo adalah sebuah dataran tinggi luas di Sumatra Utara, hampir semua dataran tinggi ini termasuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Karo. Dataran tinggi Karo juga merupakan dataran tinggi terluas di Indonesia. Letaknya yang dekat dengan pesisir timur Sumatra Utara menyebabkan dataran tinggi berhawa sejuk ini menjadi sebuah daerah tujuan wisata selain Danau Toba yang relatif lebih jauh dari Medan.

Kota-kota wisata di dataran tinggi ini misalnya Brastagi dan Kabanjahe.

Di dataran tinggi ini terdapat 2 gunung berapi aktif, Gunung Sinabung dan Sibayak.

Kabupaten Deli Serdang adalah sebuah kabupaten di provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Ibukota kabupaten ini berada di Lubuk Pakam.

Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 25 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup menjanjikan. Dulu wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan. Memang dalam sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat di Kota Medan, dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.

Bandar udara baru untuk kota Medan yang direncanakan akan menggantikan Polonia, Bandara Kuala Namu, sebenarnya terletak di kabupaten ini.

Untuk kecamatan di Kabupaten Langkat, lihat Binjai, Langkat.

Kota Binjai Logobinjai.jpg
Lambang Kota Binjai
Lokasi Binjai.jpg
Peta lokasi Kota Binjai
Koordinat : 03°03'40" - 03°40'02" LU dan 98°27'03" - 98°39'32" BT
Motto -
Semboyan '
Slogan pariwisata '
Julukan
Demonim '
Provinsi Sumatra Utara
Ibu kota Kecamatan Binjai Kota
Luas 90,23 km²
Penduduk
· Jumlah 232.236 jiwa (2004)
· Kepadatan 2.580 jiwa/km²
Pembagian administratif
· Kecamatan 5
· Desa/kelurahan 37
Dasar hukum -
Tanggal -
Hari jadi 17 Juni (berdiri 1872)
Walikota Ali Umri SH Mkn
Kode area telepon 061
APBD 207 milyar (2005)
DAU Rp.114,6 milyar (2001)
Suku bangsa Melayu, Batak, Jawa, Tionghoa
Bahasa Indonesia, Melayu, Jawa, Batak, Hokkian
Agama Islam, Kristen, Hindu, Konghucu
Flora resmi {{{flora}}}
Fauna resmi {{{fauna}}}
Zona waktu WIB
Bandar udara {{{bandar udara}}}

Situs web resmi: www.binjai.go.id

Binjai adalah salah satu kota (dahulu daerah tingkat II berstatus kotamadya) dalam wilayah provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Binjai terletak 22 km di sebelah barat ibukota provinsi Sumatra Utara, Medan. Sebelum berstatus kotamadya, Binjai adalah ibukota Kabupaten Langkat yang kemudian dipindahkan ke Stabat. Binjai berbatasan langsung dengan Kabupaten Langkat di sebelah barat dan utara serta Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur dan selatan. Binjai merupakan salah satu daerah dalam proyek pembangunan Mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan Deli Serdang. Saat ini, Binjai dan Medan dihubungkan oleh jalan raya Lintas Sumatera yang menghubungkan antara Medan dan Banda Aceh. Oleh karena ini, Binjai terletak di daerah strategis di mana merupakan pintu gerbang Kota Medan ditinjau dari provinsi Aceh.

Binjai sejak lama dijuluki sebagai kota rambutan karena rambutan Binjai memang sangat terkenal. Bibit rambutan asal Binjai ini telah tersebar dan dibudidayakan di berbagai tempat di Indonesia seperti Blitar, Jawa Timur menjadi komoditi unggulan daerah tersebut.
Kabupaten Langkat adalah sebuah kabupaten yang terletak di Sumatra Utara, Indonesia. Ibu kotanya berada di Stabat. Kabupaten ini memiliki wilayah seluas 6.272 km² dan berpenduduk sejumlah 902.986 jiwa (2000).

Nama Langkat diambil dari nama Kerajaan Langkat yang dulu pernah ada di tempat yang kini merupakan kota kecil bernama Tanjung Pura, sekitar 20 km dari Stabat. Sastrawan terkenal, Amir Hamzah, berasal dari Langkat, bahkan mantan wakil presiden Indonesia, Adam Malik juga pernah menuntut ilmu di sini.
Dairi bisa berarti:

* Nama sebuah suku bangsa Batak di Sumatra Utara.
* Bahasa Pakpak-Dairi yang mereka tuturkan.
* Nama kabupaten Dairi tempat mereka berasal.
* Nama untuk produk susu.
Kota Medan (daerah tingkat II berstatus kotamadya) adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit Lawang, Danau Toba, serta Pantai Cermin, yang dilengkapi dengan Waterboom Theme Park.

Kabupaten Aceh Tenggara adalah salah satu kabupaten di Aceh, Indonesia. Kabupaten ini berada di daerah pegunungan dengan ketinggian 1.000 meter diatas permukaan laut, yakni bagian dari pegunungan Bukit Barisan. Taman Nasional Gunung Lauser yang merupakan daerah cagar alam nasional terbesar terdapat di kabupaten ini. Pada dasarnya wilayah Kabupaten Aceh Tenggara kaya akan potensi wisata alam, salah satu diantaranya adalah Sungai Alas yang sudah dikenal luas sebagai tempat olah raga Arung Sungai yang sangat menantang. Setelah mengalami gejolak yang cukuppanas dan lama, akhirnya Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tenggara (Hasanuddin Beruh dan Syamsul Bahri) pada tanggal 1 September 2007 dilantik oleh Gubernur Aceh.

Secara umum ditinjau dari potensi pengembangan ekonomi, wilayah ini termasuk Zona Pertanian. Potensi ekonomi daerah berhawa sejuk ini adalah kopi dan hasil hutan. Dalam bidang Pertambangan, Aceh Tenggara memiliki deposit bahan galian golongan-C yang sangat beragam dan potensial dalam jumlah cadangannya.
Kabupaten Karo adalah salah satu Kabupaten di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. ibu kota kabupaten ini terletak di Kabanjahe. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.127,25 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 500.000 jiwa. Kabupaten ini berlokasi di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan Sumatera Utara. Terletak sejauh 77 km dari kota Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Wilayah Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi dengan ketinggian antara 600 sampai 1.400 meter di atas permukaan laut. Karena berada diketinggian tersebut, Tanah Karo Simalem, nama lain dari kabupaten ini mempunyai iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 16 sampai 17° C.

Di dataran tinggi Karo ini bisa ditemukan indahnya nuansa alam pegunungan dengan udara yang sejuk dan berciri khas daerah buah dan sayur. Di daerah ini juga bisa kita nikmati keindahan Gunung berapi Sibayak yang masih aktif dan berlokasi di atas ketinggian 2.172 meter dari permukaan laut. Arti kata Sibayak adalah Raja. Berarti Gunung Sibayak adalah Gunung Raja menurut pengertian nenek moyang suku Karo.

Bupati saat ini adalah Daulat Daniel Sinulingga. Menurut situs resmi Pemda Kab. Karo terdapat 13 bupati yang memimpin daerah ini sejak zaman kemerdekaan yaitu :

1. Ngerajai Meliala; -- 1946
2. Rakutta Sembiring Berahmana; 1946-1955
3. Abdullah Eteng
4. Baja Purba
5. Mayor Matang Sitepu
6. Baharudin Siregar
7. Kol. Tampak Sebayang, SH.; 1970-1981
8. Drs. Rukun Sembiring; 1981-1986
9. Ir. Menet Ginting; 1986-1991
10. Drs. Rupai Perangin-angin; 1991-1995
11. Drs. Daulat Daniel Sinulingga; 1995-2000
12. Sinar Perangin-angin; 2000-2005
13. Drs. Daulat Daniel Sinulingga; 2005- 2010


Eksistensi Kerajaan Haru-Karo

Kerajaan Haru-Karo mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera, namun tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun demikian, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari Zaman ke Zaman" mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama "Pa Lagan". Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang berasal dari suku Karo. Mungkinkah pada masa itu kerajaan haru sudah ada?, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.(Darman Prinst, SH :2004)

Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut.

Kerajaan Haru identik dengan suku Karo,yaitu salah satu suku di Nusantara. Pada masa keemasannya, kerajaan Haru-Karo mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau. Eksistensi Haru-Karo di Aceh dapat dipastikan dengan beberapa nama desa di sana yang berasal dari bahasa Karo. Misalnya Kuta Raja (Sekarang Banda Aceh), Kuta Binjei di Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam, Kuta Lubok, Kuta Laksmana Mahmud, Kuta Cane, Blang Kejeren, dan lainnya. (D.Prinst, SH: 2004)

Terdapat suku Karo di Aceh Besaryang dalam logat Aceh disebut Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya "Aceh Sepanjang Abad", (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarikh Aceh dan Nusantara" (1961) dikatakan bahwa di lembah Aceh Besar disamping Kerajaan Islam ada kerajaan Karo. Selanjunya disebutkan bahwa penduduk asli atau bumi putera dari Ke-20 Mukim bercampur dengan suku Karo yang dalam bahasa Aceh disebut Karee. Brahma Putra, dalam bukunya "Karo Sepanjang Zaman" mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.

Kelompok karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi "Kaum Lhee Reutoih" atau kaum tiga ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo dengan suku Hindu di sana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Sebanyak tiga ratus (300) orang suku Karo akan berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu di suatu lapangan terbuka. Perang tanding ini dapat didamaikan dan sejak saat itu suku Karo disebut sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.

Dikemudian hari terjadi pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu dan mereka disebut sebagai kaum Jasandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imam Pewet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.
[sunting] Wilayah Suku Karo

Sering terjadi kekeliruan dalam percakapan sehari-hari di masyarakat bahwa Taneh Karo diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal, Taneh Karo jauh lebih luas daripada Kabupaten Karo karena meliputi:
[sunting] Kabupaten Tanah Karo
Tanah Karo terletak di kaki Gunung Sinabung (foto diambil sekitar tahun 1917).

Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Kota yang terkenal dengan di wilayah ini adalah Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi merupakan salah satu kota turis di Sumatera Utara yang sangat terkenal dengan produk pertaniannya yang unggul. Salah satunya adalah buah jeruk dan produk minuman yang terkenal yaitu sebagai penghasil Markisa Jus yang terkenal hingga seluruh nusantara. Mayoritas suku Karo bermukim di daerah pegunungan ini, tepatnya di daerah Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak yang sering disebut sebagai atau "Taneh Karo Simalem". Banyak keunikan-keunikan terdapat pada masyarakat Karo, baik dari geografis, alam, maupun bentuk masakan. Masakan Karo, salah satu yang unik adalah disebut trites.Trites ini disajikan pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah baru, dan pesta tahunan yang dinamakan -kerja tahun-. Trites ini bahannya diambil dari isilambung sapi/kerbau, yang belum dikeluarkan sebagai kotoran.Bahan inilah yang diolah sedemikian rupa dicampur dengan bahan rempah-rempah sehingga aroma tajam pada isi lambung berkurang dan dapat dinikmati. Masakan ini merupakan makanan favorit yang suguhan pertama diberikan kepada yang dihormati.
[sunting] Kota Medan

Pendiri kota Medan adalah seorang putra Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi.
[sunting] Kota Binjai

Kota Binjai merupakan daerah yang memiliki interaksi paling kuat dengan kota Medan disebabkan oleh jaraknya yang relatif sangat dekat dari kota Medan sebagai Ibu kota provinsi Sumatera Utara.
[sunting] Kabupaten Dairi

Wilayah kabupaten Dairi pada umumnya sangat subur dengan kemakmuran masyarakatnya melalui perkebunan kopinya yang sangat berkualitas. Sebagian kabupaten Dairi yang merupakan Taneh Karo:

* Kecamatan Taneh Pinem
* Kecamatan Tiga Lingga
* Kecamatan Gunung Sitember

[sunting] Kabupaten Deli Serdang

Sebagian kabupaten Deli Serdang yang merupakan Taneh Karo:

* Kecamatan Lubuk Pakam
* Kecamatan Bangun Purba
* Kecamatan Galang
* Kecamatan Gunung Meriah
* Kecamatan Sibolangit
* Kecamatan Pancur Batu
* Kecamatan Namo Rambe
* Kecamatan Sunggal
* Kecamatan Kuta Limbaru
* Kecamatan STM Hilir
* Kecamatan Hamparan Perak
* Kecamatan Tanjung Morawa
* Kecamatan Sibiru-biru
* kecamatan STM Hulu

[sunting] Kabupaten Langkat

Taneh Karo di kabupaten Langkat meliputi:

* Kecamatan Selesai
* Kecamatan Kuala
* Kecamatan Salapian
* Kecamatan Bahorok
* Kecamatan Pd.Tualang (Batang Serangan)
* Kecamatan Sungai Bingai
* Kecamatan Stabat

[sunting] Kabupaten Aceh Tenggara

Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:

* Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)
* Kecamatan Simpang Simadam

[sunting] Kabupaten Aceh Tenggara

Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:

* Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)
* Kecamatan Simpang Simadam

[sunting] Kabupaten Simalungun

Taneh Karo di kabupaten Simalungun meliputi:

* Kecamatan Doloksilau
* Sebagian Kecamatan Silimakuta (contohnya: desa Rakut Besi)

[sunting] Marga
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Marga Karo

Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Masyarakat Karo mempunyai sistem marga (klan). Marga atau dalam bahasa Karo disebut merga tersebut disebut untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah:

1. Karo-karo
2. Tarigan
3. Ginting
4. Sembiring
5. Perangin-angin

Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara otomatis dari ayah. Merga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau laki-laki bermarga sama, maka mereka disebut (b)ersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama, maka mereka disebut juga (b)ersenina. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah diantara mereka.
[sunting] Rakut Sitelu

Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu atau daliken sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu:

1. kalimbubu
2. anak beru
3. senina

Kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi isteri, anak beru keluarga yang mengambil atau menerima isteri, dan senina keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga inti.
[sunting] Tutur Siwaluh

Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan:

1. puang kalimbubu
2. kalimbubu
3. senina
4. sembuyak
5. senina sipemeren
6. senina sepengalon/sedalanen
7. anak beru
8. anak beru menteri

Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:

1. Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang
2. Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi:
* Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal dari keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.
* Kalimbubu simada dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.
* Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.
3. Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.
4. Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).
5. Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
6. Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
7. Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:
* anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.
* Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.
8. Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.

[sunting] Aksara

Aksara Karo
Aksara Karo

Aksara Karo ini adalah aksara kuno yang dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi pada saat ini penggunaannya sangat terbatas sekali bahkan hampir tidak pernah digunakan lagi.
[sunting] Tari tradisional

Suku Karo mempunyai beberapa tari tradisional, di antaranya:

* Piso Surit
* Lima Serangkai
* Terang Bulan

[sunting] Kegiatan Budaya

* Merdang merdem = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".
* Mahpah = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".
* Mengket Rumah Mbaru - Pesta memasuki rumah (adat - ibadat) baru.
* Mbesur-mbesuri - "Ngerires" - membuat lemang waktu padi mulai bunting.
* Ndilo Udan - memanggil hujan.
* Rebu-rebu - mirip pesta "kerja tahun".
* Ngumbung - hari jeda "aron" (kumpulan pekerja di desa).
* Erpangir Ku Lau - Buang Sial.
* Raleng Tendi - "Ngicik Tendi" = memanggil jiwa setelah seseorang kurang tenang karena terkejut secara suatu kejadian yang tidak disangka-sangka.
* Motong Rambai - Pesta kecil keluarga - handai taulan untuk memanggkas habis rambut bayi (balita) yang terjalin dan tidak rapi.
* Ngaloken Cincin Upah Tendi - Upacara keluarga pemberian cincin permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere atau dari Bibi ke Permain).
* Ngaloken Rawit - Upacara keluarga pemberian pisau (tumbuk lada) atau belati atau celurit kecil yang berupa permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere) - keponakan laki-laki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar